Suasana senyap di ruangan SD swasta yang hampir tutup di jalan Kenari, Jakarta Pusat, seketika berubah gegap gempita. Hari itu, di akhir tahun 1985, sekitar 35 siswa kelas 3 SMU tampak antusias mengikuti bimbingan belajar agar dapat masuk ke perguruan tinggi negeri favorit mereka. Para siswa itulah siswa pertama bimbingan belajar Nurul Fikri yang didirikan mahasiswa Universitas Indonesia, di kampus Salemba. Meski belajar dalam ruangan kecil yang dikontrak, bimbingan belajar ini akhirnya menuai keberhasilan. Alhamdulillah, 33 siswanya masuk perguruan tinggi negeri, dan 2 orang masuk sekolah kedinasan. Keberhasilan itu kemudian membulatkan tekad para pendirinya untuk mengembangkan bimbingan belajar lebih profesional. Tepat pada tanggal 9 September 1985, berdirilah Yayasan Nurul Fikri, yang memiliki program utama Bimbingan dan Konsultasi Belajar (BKB) hingga kini.
Cita-cita pendirian BKB Nurul Fikri sebenarnya sederhana dan jelas, yaitu memberikan peluang dan kesempatan lebih besar kepada pelajar untuk masuk ke perguruan tinggi negeri. “Selain itu, BKB Nurul Fikri bertujuan memberikan basis pemahaman Islam yang utuh kepada setiap siswanya. Jadi tidak hanya pintar, tapi juga akhlaknya baik,” demikian ditegaskan Drs. Bachtiar Sunasto, M.S, Direktur BKB Nurul Fikri. Ia berharap agar siswa yang memiliki motivasi tinggi, tapi kurang memiliki fasilitas memadai, dapat ikut merasakan bimbingan belajar yang terjangkau, dan kesempatan yang sama atau lebih besar untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi negeri.
Di situlah perbedaan mendasar BKB Nurul Fikri dibanding dengan bimbingan belajar lainnya. Bahkan, warna yang berbeda ini, sempat membuat beberapa bimbingan belajar serupa bermunculan. “Kami sempat memberikan pembekalan dan presentasi kepada lembaga-lembaga bimbingan belajar itu, tapi mungkin karena tidak dibangun dalam landasan yang kokoh, sehingga banyak yang tidak berjalan lagi,” Bachtiar menambahkan.
Sejalan dengan perkembangan organisasi, BKB Nurul Fikri saat ini bernaung di bawah Yayasan Nurul Fikri Mulia Insani, terpisah dari lembaga Nurul Fikri yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk kehati-hatian, fokus pengembangan, dan profesionalisme. Seperti ditegaskan Bachtiar, BKB Nurul Fikri dan PPSDMS Nurul Fikri, tetap tidak dapat dipisahkan, karena keduanya merupakan bagian dari pemikiran yang utuh, meski masing-masing memiliki tujuan khusus. Beliau menggambarkan, BKB Nurul Fikri didirikan agar hasilnya dapat dirasakan dalam jangka pendek, sementara PPSDMS Nurul Fikri baru akan menuai hasil dalam jangka yang relatif panjang.
BKB Nurul Fikri yang saat ini memiliki lebih dari 50 cabang di berbagai kota di Indonesia ini, memiliki metode pengajaran yang relatif berbeda, dibanding lembaga bimbingan belajar lain, antara lain dengan adanya Bimbingan dan Informasi Pendidikan (BIP), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang utuh, informasi pendidikan, serta motivasi belajar. Selain itu, kepada setiap muridnya, BKB Nurul Fikri juga membiasakan sikap dan pemahaman Islam sederhana, seperti memakai kerudung untuk siswi muslimah, atau larangan merokok.
Tidak kalah penting, BKB Nurul Fikri dalam setiap metode pengajarannya, memberikan penekanan pada pemahaman konsep dasar, tidak hanya pada pengerjaan soal secara cepat. Wajar jika akhirnya, BKB Nurul Fikri mampu berkembang hingga menjadi salah satu lembaga bimbingan belajar terkemuka di negeri ini. “Saat ini bisa dikatakan 1 dari 4 mahasiswa Universitas Indonesia adalah alumni BKB Nurul Fikri,” jelas Bachtiar, yang mengambil gelar Master di Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Indonesia.